8 September 2012

Tahapan Para Penempuh Jalan Ibadah

Tags

Dalam karya terakhir Imam al Ghazali sebelum
beliau wafat semoga Allah Swt merahmatinya,
Minhajul Abidin, mengajak pembaca untuk
merenungi kembali hakekat ibadah dan berbagai
tahapan untuk mencapai kesempurnaan ibadah.
Secara lebih rinci dalam buku ini dijelaskan
tentang berbagai tahapan yang harus ditempuh
oleh seorang abid, jika ia menginginkan
kesempurnaan ibadah. Berbagai tahapan
tersebut meliputi tujuh hal : Tahapan Ilmu dan
Makrifat, Tahapan Taubat, Mengetahui Godaan-
Godaan Ibadah, Penghalang-Penghalang,
Pendorong-Pendorong, dan Perusak –Perusak
Ibadah, Serta Tahapan Pujian dan Syukur.
Disini penulis hanya merangkumnya kedalam
tulisan singkat dengan cara meng-copy paste
saja, tanpa menambahkan atau mengurangi
esensi makna serta kalimat yang ditulis, dengan
maksud sebagai pengingat dan penegur pribadi
dan sekaligus berbagi nasehat. Dalam buku ini
sang Guru mencoba melukiskan kondisi
psikologis seseorang yang sedang dalam
perjalanan pencarian Sang Pencipta. Visualisasi
yang nyata dari setiap kondisi tahapan, mudah
dipahami namun tidak jarang juga sifatnya
abstrak, hal ini mungkin tergantung dari kadar
pembaca, sedang kondisi sang Penulis (Sang
Imam) dalam tingkatan yang sedemikian tinggi.
Berikut ini ke tujuh tahapan tersebut.

1. Tahapan Ilmu dan Makrifat


Mengamati dan mencari bukti adalah tahapan
pertama dalam melakukan ibadah, yaitu berupa
tahapan ilmu dan makrifat, agar si hamba
memiliki wawasan atas segala hal yang
dikerjakannya. Karena itu, si hamba harus
segera berusaha melakukan penelitian yang baik
dalam mencari bukti, mematangkan pikiran,
mempelajari dan mempertanyakannya kepada
para ulama Akhirat. Karena mereka adalah para
penunjuk jalan, penerang umat, penggulu para
imam, pemberi manfaat dan penunjuk doa
yang tepat untuk memperoleh pertolongan,
guna melewati tahapan tersebut dengan
anugerah Allah Swt, sehingga dia memperoleh
ilmu keyakinan. Dengan pengetahuan dan
keyakinan maka ia dapat menemukan dan
mengetahui-Nya, setelah sebelumnya tidak
mengenal, bahkan tidak tahu bagaimana cara
menyembah-Nya, dan apa yang mesti
dilakukan, baik lahir maupun batin dalam upaya
melayani-Nya.


Setelah melewati situasi menakutkan dalam
upaya mengetahui Allah Swt, seorang hamba
akan bersungguh-sungguh mempelajari apa
yang mesti dilakukannya, berupa kewajiban-
kewajiban syara’ seperti bersuci, salat dan
sebagainya baik lahir maupun batin. Ketika
pengetahuan akan kewajiban-kewajiban syara’
telah sempurna, niscaya dia akan terdorong
untuk melakukan ibadah dan sibuk didalamnya.
Ketika itu pula ia akan menyadari bahwa dirinya
telah banyak berbuat dosa. Kondisi seperti ini
dialami oleh kebanyakan manusia.
Wahai pencari keikhlasan dan pelaksana ibadah!
Hal pertama yang harus kamu tunaikan adalah
mencari ilmu, sebab ilmu merupakan pusat dan
poros ibadah. Hayati dan renungilah dua ayat
dari kitab Allah Swt :


“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan
seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku
padanya, agar kamu mengetahui bahwasannya
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan
sesungguhnya ilmu Allah benar-benar meliputi
segala sesuatu” (Q.S 65:12).

Ayat ini menjelaskan pentingnya ilmu
pengetahuan dan kemuliaannya. Lebih-lebih
ilmu tauhis (teologi). Firmannya yang kedua :

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-
Ku” (Q.S 51:56).

Ayat diatas menerangkan pentingnya laku
ibadah dan kemuliaannya, serta kewajiban
untuk melaksanakannya. Ilmu dan ibadah
menjadi tujuan terbesar dalam penciptaan dunia
dan akhirat. Sudah sewajarnya bagi seorang
hamba agar tidak menyibukkan diri, kecuali
dalam hal ilmu dan ibadah. Rasulullah Saw
bersabda :

“Sesungguhnya keutamaan orang yang
mengetahui (Alim) terhadah orang yang
melaksanakan ibadah (Abid) adalah seperti
keutamaanku terhadap umatku yang paling
rendah”.

“sekllas melihat orang alim lebih aku sukai
daripada melaksanakan ibadah selama setahun,
baik berupa ibadah puasa ataupun salat”.


“Maukah kalian aku tunjukkan, siapa penghuni
surga yang paling mulia? Jawab para Sahabat :
‘tentu ya Rasulullah’. Lanjut beliau: ‘mereka
adalah orang-orang yang berpengetahuan dan
berpendidikan dari umatku (ulama).”


Ilmu menjadi pondasi dasar yang
mengharuskanmu mendahulukannya daripada
ibadah, agar engkau menemukan maksud dan
tujuan ibadah itu dengan benar, sehingga
ibadah tersebut bisa diterima di sisi-Nya. Karena
itu, pertama, engkau harus mengetahui siapa
yang wajib disembah (al-Ma’bud). Lalu engkau
menyembah-Nya. Kedua, engkau harus
mengetahui kewajiba-kewajiban syara’, berupa
apa yang diperintahkan dan dilarang padamu.
Jika engkau tidak mengerti apa yang harus kau
laksanakan dan tinggalkan, lantas bagaimana
engkau bisa melakukan ketaatan, yang engkau
sendiri belum mengetahui difinisinya,
bagaimana engkau menjauhi kemaksiatan,
sementara engkau tidak mengerti bahwa hal itu
adalah kemaksiatan. Barangkali engkau telah
bertahun-tahun suatu amal yang kau sangka
baik, namun pada kenyataannya amal itu
termasuk sesuatu yang membatalkan
thaharahmu dan salatmu, serta menjadikan
kedua amal itu bertentangan dengan teks
sunah, sedangkan engkau tidak merasakan hal
itu. Barngkali engkau dihadapkan pada suatu
masalah, dan engkau tidak tahu kepada siapa
engkau harus mengadu masalah tersebut,
sedangkan engkau sendiri belum pernah
mempelajarinya. Kondisi ini juga berlaku pada
beberapa ibadah yang bersifat batiniah, seperti
amal-amal kalbu yang mengharuskanmu
memahaminya.


EmoticonEmoticon

Total Tayangan Halaman

Feed