Memasuki suasana bulan Ramadhan, sebaiknya kita memerhatikan tuntunan yang diajarkan syariat. Upaya itu kita lakukan semata untuk mendapatkan ganjaran yang besar dan terhindar dari amalan-amalan yang dapat merusak pahala puasa.
Di antara perkara yang merusak puasa adalah dusta, ghibah, adu domba, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat. Umumnya 5 hal tersebut terjadi di tempat yang berbeda. Misalnya, berghibah yang biasanya terjadi di tongkrongan, Dusta dan sumpah palsu dan adu domba banyak terjadi di ranah politik dan perdagangan, dan sebagainya.
Namun dewasa ini, ada satu tempat dimana 5 hal itu banyak terjadi. Bahkan dalam beberapa kasus, 5 hal itu dinilai sebagai suatu kewajaran di tempat tersebut. Yap, media sosial tempatnya.
Perhatikan saja, dusta merajalela dengan banyaknya Hoaks yang ada. Sumpah palsu para Pedagang online yang banyak mempromosikan dagangannya lewat sosial media. Juga melihat dengan syahwat iklan dan postingan yang terkadang mencantumkan konten-konten vulgar, tak menutup aurat/menunjukkan lekuk tubuh, hingga yang terang-terangan dan sengaja menggunakan gambar tak senonoh.
Ghibah juga sama. Hampir tiap hari ada saja figur yang menjadi obrolan netizen. Mulai orang biasa hingga pejabat negara tak luput dari pergunjingan, cercaan, dan intimidasi netizen. Tak jarang pula ada yang menambahkan bumbu-bumbu hoaks agar objek semakin hina di mata pembaca.
Banyaknya pengguna media sosial di Indonesia serta watak mayoritas mereka yang mudah percaya serta malas untuk mengkonfirmasi agaknya menjadi penyebab utama mudahnya beberapa oknum untuk mengadu domba umat. Dengan gambar yang menipu disertai dengan caption yang provokatif, opini masa mudah digerakkan menuju pemikiran tertentu atau bahkan untuk memusuhi suatu kelompok tertentu.
Namun ini semua tak hanya tentang itu. Selain tentang bagaimana kita memperbaiki diri menyambut bulan suci, hal di atas secara tidak langsung mewanti-wanti kita untuk lebih berhati-hati dalam berkata di bermedia sosial, terkhusus di bulan ramadhan.
Ini bukan berarti 5 hal itu diperbolehkan di luar Ramadhan. Bukan juga menghimbau untuk menjadi baik hanya pada bulan ramadhan. Tetapi alangkah baiknya jika kita menjadikan momen Ramadhan ini sebagai titik balik untuk merubah sikap kita dalam bermedia sosial.
Banyak langkah yang bisa dilakukan untuk berubah. Untuk Hoaks misalnya, bisa diatasi dengan tidak mudah percaya dan mengklarifikasi setiap berita yang masuk. Konten Vulgar berupa iklan bisa diblok menggunakan adblock, sedangkan jika berbentuk postingan bisa dilaporkan sebagai hal yang tidak pantas dalam opsi pelaporan. Ingatlah, selalu ada cara untuk menjadi lebih baik. Tinggallah kita mau berubah, atau tetap menjadi racun di media sosial.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Di antara perkara yang merusak puasa adalah dusta, ghibah, adu domba, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat. Umumnya 5 hal tersebut terjadi di tempat yang berbeda. Misalnya, berghibah yang biasanya terjadi di tongkrongan, Dusta dan sumpah palsu dan adu domba banyak terjadi di ranah politik dan perdagangan, dan sebagainya.
Namun dewasa ini, ada satu tempat dimana 5 hal itu banyak terjadi. Bahkan dalam beberapa kasus, 5 hal itu dinilai sebagai suatu kewajaran di tempat tersebut. Yap, media sosial tempatnya.
Perhatikan saja, dusta merajalela dengan banyaknya Hoaks yang ada. Sumpah palsu para Pedagang online yang banyak mempromosikan dagangannya lewat sosial media. Juga melihat dengan syahwat iklan dan postingan yang terkadang mencantumkan konten-konten vulgar, tak menutup aurat/menunjukkan lekuk tubuh, hingga yang terang-terangan dan sengaja menggunakan gambar tak senonoh.
Ghibah juga sama. Hampir tiap hari ada saja figur yang menjadi obrolan netizen. Mulai orang biasa hingga pejabat negara tak luput dari pergunjingan, cercaan, dan intimidasi netizen. Tak jarang pula ada yang menambahkan bumbu-bumbu hoaks agar objek semakin hina di mata pembaca.
Banyaknya pengguna media sosial di Indonesia serta watak mayoritas mereka yang mudah percaya serta malas untuk mengkonfirmasi agaknya menjadi penyebab utama mudahnya beberapa oknum untuk mengadu domba umat. Dengan gambar yang menipu disertai dengan caption yang provokatif, opini masa mudah digerakkan menuju pemikiran tertentu atau bahkan untuk memusuhi suatu kelompok tertentu.
Namun ini semua tak hanya tentang itu. Selain tentang bagaimana kita memperbaiki diri menyambut bulan suci, hal di atas secara tidak langsung mewanti-wanti kita untuk lebih berhati-hati dalam berkata di bermedia sosial, terkhusus di bulan ramadhan.
Ini bukan berarti 5 hal itu diperbolehkan di luar Ramadhan. Bukan juga menghimbau untuk menjadi baik hanya pada bulan ramadhan. Tetapi alangkah baiknya jika kita menjadikan momen Ramadhan ini sebagai titik balik untuk merubah sikap kita dalam bermedia sosial.
Banyak langkah yang bisa dilakukan untuk berubah. Untuk Hoaks misalnya, bisa diatasi dengan tidak mudah percaya dan mengklarifikasi setiap berita yang masuk. Konten Vulgar berupa iklan bisa diblok menggunakan adblock, sedangkan jika berbentuk postingan bisa dilaporkan sebagai hal yang tidak pantas dalam opsi pelaporan. Ingatlah, selalu ada cara untuk menjadi lebih baik. Tinggallah kita mau berubah, atau tetap menjadi racun di media sosial.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Sumber : Ibnu/Kiblat.net
EmoticonEmoticon